Di Surabaya, Diani Permata Sari, 24 tahun, pemilik Blackwood Record Store memulai usahanya berjualan alat rekam fisik melalui Internet. Bisnisnya bermula dari hobi yang tidak sengaja ia tekuni ketika pertama kali mendengarkan lagu Waljinah lewat piringan hitam, pada 2012.
Sekitar 95 persen usahanya berfokus menjual piringan hitam, alat pemutar, beserta aksesorisnya seperti jarum pemutar. “Semua piringan kami impor dari distributor pusatnya di Amerika Serikat,” kata Diani kepada Tempo, Kamis lalu.
Ia bersama kekasihnya Tofani Persada, lalu membuka toko di bekas gudang milik keluarga Tofani yang terbengkalai sejak November tahun lalu. “Stok piringan impor semakin menggunung seiring dengan meningkatnya permintaan pembeli,” tutur mahasiswa Sastra Inggris Universitas Airlangga ini.
Diani menuturkan, Blackwood Record Store mengandalkan promosi lewat Internet selama kurang lebih tiga tahun. Instagram dan Bukalapak dinilainya efektif menyedot minat penghobi piringan hitam. Buktinya, sekitar 95 persen pembeli berasal dari media sosial.
Mayoritas penyuka piringan hitam yang membeli dari lapaknya adalah anak-anak muda. “Dari kira-kira 100 transaksi dalam setahun, 50-60 persen pembelinya berusia 17-25 tahun,” ucap manajer toko, Abraham. Sisanya merupakan pembeli dewasa yang berusia di atas 25 tahun. Konsumen dewasa, ucapnya, lebih suka membeli langsung saat Blackwood berjualan di perhelatan anak-anak muda.
Untuk pilihan jenis musiknya, british pop dan rock paling digemari. Menyusul koleksi piringan hitam dari musikus-musikus legendaris seperti Bob Marley, the Beatles, atau Nirvana. Kebanyakan pembeli piringan berasal dari luar kota Surabaya. Misalnya Jakarta, Bandung, Kalimantan, bahkan Malaysia. “Mungkin mereka penasaran dengan kami yang berasal dari Surabaya, sebagai satu-satunya spesialis vinyl,” kata Diani.
Selanjutnya: Tak Selalu Mulus