TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa orang beranggapan, jika memiliki orang tua yang selingkuh, maka ada kemungkinan anaknya pun akan menjadi peselingkuh. Benarkah demikian?
Konselor dan terapis di Biro Konsultasi Westaria, Anggia Chrisanti mengatakan, hal ini mungkin saja terjadi.
Kegiatan selingkuh terkait dengan perilaku seseorang dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh karakternya.
Baca juga:
Stop Kemasan Plastik atau Bahaya Ini Mengintai Kita
Mark Zuckerberg Dicecar Kasus Facebook, Ini Arti Bahasa Tubuhnya
Lelang Memorabilia Simpson, Kisah Cinta Raja yang Dikucilkan
Karakter seseorang tidak serta merta terbentuk begitu saja, tetapi terbangun sejak kita masih berada dalam kandungan.
“Children see, children do. Sejak di dalam kandungan, apa yang bayi alami seperti misalnya; apakah ibu dan ayah bertengkar akibat perselingkuhan, akan dirasakan oleh anak meski masih berada di dalam kandungan. Terlebih jika anak tersebut lahir dan melihat serta merasakan pengalaman perselingkuhan dari orang tua atau lingkungan terdekatnya maka itu akan dianggap sebagai sebuah perilaku bagi anak itu,” terang Anggia.
Bagaimana menghilangkan perilaku negatif ini? Pasalnya banyak peselingkuh yang mengaku menyesali tindakannya, namun hanya sebatas bibir belaka. Tak lama berselang, ia berselingkuh lagi.
Anggia menyebutkan bahwa perilaku bisa diubah lewat emosi. Menurut teori emosi, orang yang melakukan tindakan negatif umumnya didasari oleh emosi yang negatif pula.
“Misalnya dengan bertanya apa yang kamu rasakan saat berselingkuh? Apa yang terjadi jika kamu berada di posisi pasangan kamu? Apakah orang tua kamu dulu pernah selingkuh hingga membuat kamu sakit hati? Digali terus emosinya hingga emosi negatif berubah menjadi positif. Ketika emosi sudah positif maka pemahaman menjadi positif, yang mana artinya perilaku juga akan berubah positif,” saran Anggia