TEMPO.CO, Solo - Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ari Natalia Probandari menyebut bahwa penggunaan obat jenis antibiotik harus dilakukan secara hati-hati. Penggunaan obat ini hanya boleh dilakukan di bawah pengawasan dokter.
Baca juga:
Jangan Sembarang Minum Antibiotik, Begini Efeknya Kata Peneliti
Teliti Peredaran Antibiotik, Dosen UNS Raih Hibah 19 Miliar
Heboh Antibiotik, Ikuti 5 Jurus Ampuh Cegah Resistensi
"[Pertama] Indikasi penyakitnya harus jelas," katanya. Obat jenis ini hanya boleh diberikan kepada pasien yang menderita penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Tentu saja, hanya dokter yang memiliki kapabilitas untuk memberikan indikasi itu.
Kedua, dosis yang diberikan juga harus melalui penghitungan yang cermat. Banyak parameter untuk menghitung dosis obat, seperti tingkat keparahan hingga berat badan. Lagi-lagi, penghitungan dosis juga harus dilakukan oleh dokter.
Ketiga, durasi dalam mengkonsumsi obat-obatan antibiotik juga menjadi hal yang sangat penting. Hanya dokter yang memiliki kecakapan untuk menentukan kapan pasien harus mengkonsumsi antibiotik dan kapan harus menghentikannya.
Baca Juga:
"Tiga hal itu harus diperhatikan dalam mengkonsumsi antibiotik," katanya. Penggunaan antibiotik secara serampangan justru akan membuat bakteri menjadi kebal dengan obat-obatan.
Faktanya, saat ini masyarakat di Indonesia masih cukup mudah mendapatkan antibiotik meski tanpa resep. Ari menduga obat-obatan tersebut didapat dari apotek maupun toko obat swasta.
Mulai awal tahun 2019, Ari bersama peneliti lain dari beberapa negara akan melakukan riset mengenai tata kelola distribusi antibiotik di Indonesia. Selain dari UNS, peneliti itu juga berasal dari UNSW Sidney, Universitas Gadjah Mada (UGM), London School of Hygiene and Tropical Medicine dan The George Institute for Global Health.
Konsorsium itu memenangkan hibah penelitian dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia. Mereka akan melakukan penelitian terkait antibiotik , itu selama tiga tahun dengan biaya mencapai Rp 19 miliar.