TEMPO.CO, Jakarta - Data global menunjukkan 1 dari 10 orang di dunia mengalami penyakit ginjal kronis dan 9 dari 10 tidak menyadari mempunyai ganguan ginjal. Di Indonesia, merujuk Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi PGK 2/1.000 penduduk dan meningkat menjadi 3,8/1000 penduduk pada 2018 atau hampir dua kali lipat.
Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr. Aida Lydia, menjelaskan obat hipertensi dan diabetes yang dikonsumsi pasien kedua penyakit itu atas rekomendasi dokter tidak merusak ginjal.
"Obat hipertensi dan diabetes tidak merusak ginjal. Yang merusak ginjal penyakitnya itu sendiri, bukan obatnya," katanya dalam virtual media briefing bertema "Peringatan Hari Ginjal Sedunia 2021", Rabu, 10 Maret 2021.
Berbeda halnya dengan jenis obat lain, salah satunya penghilang nyeri. Menurut Aida, konsumsi obat pereda sakit terus menerus tanpa anjuran dokter bisa berisiko gangguan ginjal. Kemudian, khusus pasien hipertensi dan diabetes, ia menyarankan pasien penyebab gagal ginjal terbanyak itu mengontrol penyakit agar tidak berujung komplikasi ke organ tubuh lain, termasuk ginjal.
Baca juga: 2 Tingkatan Penyakit Ginjal: Akut atau Kronik dan Metode Pengobatannya
Selain pola hidup sehat seperti diet dan aktivitas fisik, pengobatan dan pemeriksaan tekanan atau gula darah sesuai jadwal juga menjadi kunci penting. "Diabetes dan hipertensi harus dikontrol, selalu dimulai dari pola hidup sehat, diet sesuai anjuran dokter. Apabila tidak cukup, orang sakit harus meminum obat. Obat-obatan diabetes dan hipertensi yang diberikan itu aman. Pada saat ini banyak pilihan obat yang baik," tutur Aida.
Dia membantah persepsi di masyarakat yang menyatakan tekanan atau gula darah bisa dikira sehingga tidak perlu diperiksa karena pasien akan tahu kapan tekanan darah atau gula darahnya tinggi. Lebih lanjut mengenai gagal ginjal, Aida mengatakan pada tahap awal umumnya tidak bergejala sehingga pasien umumnya ke dokter dalam kondisi yang sudah lanjut, yakni saat fungsi ginjal sudah sangat rendah dan telah terjadi komplikasi akut dan pilihan pengobatan terbatas.
Aida menekankan pentingnya edukasi mengenai penyakit ginjal, komplikasi, tatalaksana dan pilihan pengobatan pada pasien penyakit ginjal sebelum mencapai PGTA. Pasien dan keluarga harus dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan atas kondisi kesehatannya dengan mengedepankan peran, nilai, prioritas, serta tujuan dari pasien itu sendiri.