TEMPO.CO, Jakarta - Satu orang yang didiagnosis demam Lassa di Inggris telah meninggal dunia. Apa itu demam lassa?
The Indian Express, Selasa, 15 Februari 2022 melaporkan dari tiga orang yang didiagnosis demam Lassa di Inggris, satu orang telah meninggal dunia pada 11 Februari. Kasus ini diasosiasikan dengan perjalanan ke negara-negara Afrika Barat.
Penyakit ini dinamakan dari nama sebuah kota di Nigeria di mana pertama kali ditemukan kasus demam Lassa. Demam Lassa ditemukan pada 1969 di Lassa, Nigeria, setelah dua perawat meninggal dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam lamannya mengatakan demam Lassa merupakan penyakit hemoragik virus akut yang disebabkan virus Lassa (LASV) yang merupakan anggota keluarga arenavirus.
Kementerian Kesehatan RI dalam laman infeksiemerging.kemkes.go.id, mengatakan demam Lassa adalah penyakit zoonosis sehingga manusia bisa terinfeksi dari hewan yang terinfeksi. Virus ini berkembangbiak pada tikus mastomys atau multimmate.
Menurut WHO, manusia bisa terinfeksi virus Lassa melalui paparan makanan maupun barang rumah tangga yang terkontaminasi urin atau kotoran tikus mastomys yang terinfeksi. Penyakit ini diketahui endemik pada populasi hewan pengerat di beberapa bagian di Afrika Barat.
Sementara demam Lassa juga endemik di Bebin, Ghana, Guinea, Liberia, Mali, Sierra Leone, Togo, dan Nigeria. Namun, bisa juga ada di negara-negara Afrika Barat lainnya.
WHO mengatakan infeksi virus Lassa dari orang ke orang dan penularan dari laboratorium dapat terjadi. Apalagi di tempat perawatan kesehatan tanpa adanya tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang memadai.
Meski begitu, orang tidak bisa menularkan virus Lassa sebelum gejala muncul. Ia juga tidak bisa menularkan melalui pelukan, jabat tangan, atau duduk di sebelah orang.
Biasanya, gejala muncul satu hingga tiga minggu setelah seseorang terpapar virus Lassa. Gejala yang muncul bisa berupa gejala ringan maupun berat.
Gejala ringan termasuk demam ringan, kelelahan, lemah, dan sakit kepala. Sedangkan, gejala berat termasuk pendarahan, tekanan darah rendah, kesulitan bernapas, muntah, pembengkakan wajah, nyeri di dada, punggung, dan perut, syok, kejang, disorientasi, bahkan koma.
Menurut Kemenkes, 80 persen infeksi demam Lassa akan menyebabkan gejala ringan dan sering tidak terdiagnosis. Sementara gejala berat terjadi di antara 20 persen orang yang terinfeksi.
WHO mencatat satu dari lima orang yang terinfeksi bisa terkena penyakit parah di mana virus Lassa akan menyerang organ-organ, seperti hati, limpa, dan ginjal.
Pusat pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) mencatat komplikasi paling umum terkait demam adalah ketulian. Hampir sepertiga orang yang terinfeksi virus Lassa melaporkan ketulian dengan berbagai tingkat. Dalam beberapa kasus, gangguan pendengaran bisa permanen. Ketulian ini secara signifikan bisa terjadi pada gejala demam ringan atau berat.
Dua minggu setelah timbul gejala, penderita demam Lassa bisa meninggal dunia. Kematian ini biasanya terjadi akibat kegagalan multi-organ. Meski begitu, WHO mengatakan tingkat fatalitas kasus ini secara keseluruhan adalah satu persen. Perawatan suportif dini dengan rehidrasi dan pengobatan simtomatik bisa meningkatkan kelangsungan hidup.
AMELIA RAHIMA SARI
Baca juga: 8 Orang di Ghana Meninggal Diduga Akibat Virus Demam Kuning