Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengenal Demam Lassa, Penyakit yang Disebabkan Virus Lassa

Reporter

Editor

Nurhadi

image-gnews
Ilustrasi pria sakit demam. shutterstock.com
Ilustrasi pria sakit demam. shutterstock.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Satu orang yang didiagnosis demam Lassa di Inggris telah meninggal dunia. Apa itu demam lassa?

The Indian Express, Selasa, 15 Februari 2022 melaporkan dari tiga orang yang didiagnosis demam Lassa di Inggris, satu orang telah meninggal dunia pada 11 Februari. Kasus ini diasosiasikan dengan perjalanan ke negara-negara Afrika Barat. 

Penyakit ini dinamakan dari nama sebuah kota di Nigeria di mana pertama kali ditemukan kasus demam Lassa. Demam Lassa ditemukan pada 1969 di Lassa, Nigeria, setelah dua perawat meninggal dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam lamannya mengatakan demam Lassa merupakan penyakit hemoragik  virus akut yang disebabkan virus Lassa (LASV) yang merupakan anggota keluarga arenavirus.

Kementerian Kesehatan RI dalam laman infeksiemerging.kemkes.go.id, mengatakan demam Lassa adalah penyakit zoonosis sehingga manusia bisa terinfeksi dari hewan yang terinfeksi. Virus ini berkembangbiak pada tikus mastomys atau multimmate.

Menurut WHO, manusia bisa terinfeksi virus Lassa melalui paparan makanan maupun barang rumah tangga yang terkontaminasi urin atau kotoran tikus mastomys yang terinfeksi. Penyakit ini diketahui endemik pada populasi hewan pengerat di beberapa bagian di Afrika Barat.

Sementara demam Lassa juga endemik di Bebin, Ghana, Guinea, Liberia, Mali, Sierra Leone, Togo, dan Nigeria. Namun, bisa juga ada di negara-negara Afrika Barat lainnya.

WHO mengatakan infeksi virus Lassa dari orang ke orang dan penularan dari laboratorium dapat terjadi. Apalagi di tempat perawatan kesehatan tanpa adanya tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang memadai.

Meski begitu, orang tidak bisa menularkan virus Lassa sebelum gejala muncul. Ia juga tidak bisa menularkan melalui pelukan, jabat tangan, atau duduk di sebelah orang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Biasanya, gejala muncul satu hingga tiga minggu setelah seseorang terpapar virus Lassa. Gejala yang muncul bisa berupa gejala ringan maupun berat.

Gejala ringan termasuk demam ringan, kelelahan, lemah, dan sakit kepala. Sedangkan, gejala berat termasuk pendarahan, tekanan darah rendah, kesulitan bernapas, muntah, pembengkakan wajah, nyeri di dada, punggung, dan perut, syok, kejang, disorientasi, bahkan koma.

Menurut Kemenkes, 80 persen infeksi demam Lassa akan menyebabkan gejala ringan dan sering tidak terdiagnosis. Sementara gejala berat terjadi di antara 20 persen orang yang terinfeksi.

WHO mencatat satu dari lima orang yang terinfeksi bisa terkena penyakit parah di mana virus Lassa akan menyerang organ-organ, seperti hati, limpa, dan ginjal.

Pusat pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) mencatat komplikasi paling umum terkait demam adalah ketulian. Hampir sepertiga orang yang terinfeksi virus Lassa melaporkan ketulian dengan berbagai tingkat. Dalam beberapa kasus, gangguan pendengaran bisa permanen. Ketulian ini secara signifikan bisa terjadi pada gejala demam ringan atau berat.

Dua minggu setelah timbul gejala, penderita demam Lassa bisa meninggal dunia. Kematian ini biasanya terjadi akibat kegagalan multi-organ. Meski begitu, WHO mengatakan tingkat fatalitas kasus ini secara keseluruhan adalah satu persen. Perawatan suportif dini dengan rehidrasi dan pengobatan simtomatik bisa meningkatkan kelangsungan hidup.

AMELIA RAHIMA SARI

Baca juga: 8 Orang di Ghana Meninggal Diduga Akibat Virus Demam Kuning

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


PBB Rilis Data Korban di Gaza, Apakah Berbeda dari Data Hamas?

2 hari lalu

Petugas menguburkan warga Palestina yang tewas dalam serangan Israel, setelah jenazah mereka dibebaskan oleh Israel, di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di kuburan massal di Rafah, di Jalur Gaza selatan, 30 Januari 2024. Lusinan warga Palestina yang tidak diketahui identitasnya dimakamkan di pemakaman massal di Gaza setelah pemerintah Israel menyerahkan jenazah yang mereka simpan di Israel. REUTERS/Mohammed Salem
PBB Rilis Data Korban di Gaza, Apakah Berbeda dari Data Hamas?

Perubahan dalam cara PBB menghitung korban di Gaza telah disebut-sebut sebagai bukti adanya bias.


PBB: Puluhan Ribu Jenazah di Gaza Belum Teridentifikasi

2 hari lalu

Sejumlah warga melakukan salat jenazah pada warga Palestina yang tewas selama serangan militer Israel dan dimakamkan di rumah sakit Nasser, di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di Khan Younis di Jalur Gaza selatan, 21 April 2024. REUTERS/Ramadan Abed
PBB: Puluhan Ribu Jenazah di Gaza Belum Teridentifikasi

PBB mengatakan masih ada sekitar 10.000 jenazah di Gaza yang masih harus melalui proses identifikasi.


PBB Klarifikasi Data Kematian di Gaza: Lebih dari 35.000 Korban Jiwa, Tapi..

2 hari lalu

Petugas bekerja memindahkan jenazah warga Palestina yang tewas selama serangan militer Israel dan dimakamkan di rumah sakit Nasser, di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di Khan Younis di Jalur Gaza selatan, 21 April 2024. REUTERS/Ramadan Abed
PBB Klarifikasi Data Kematian di Gaza: Lebih dari 35.000 Korban Jiwa, Tapi..

PBB menegaskan bahwa jumlah korban tewas di Jalur Gaza akibat serangan Israel masih lebih dari 35.000 warga Palestina.


153 Orang Tewas akibat Banjir Bandang di Afghanistan

5 hari lalu

Seorang pria berjalan di jalan berlumpur, pasca banjir menyusul hujan lebat, di desa Kar Kar, provinsi Baghlan, Afghanistan 11 Mei 2024. REUTERS/Sayed Hassib
153 Orang Tewas akibat Banjir Bandang di Afghanistan

Korban tewas akibat banjir bandang dahsyat di Afghanistan utara telah meningkat menjadi 153 orang di tiga provinsi


Waspada Heat Wave, Apa Penyebab dan Bahayanya?

7 hari lalu

Waspada Heat Wave, Apa Penyebab dan Bahayanya?

Heat wave atau gelombang panas dapat menyebabkan dampak negatif bagi tubuh dan kulit, seperti heat stroke dan kanker kulit. Apa penyebabnya?


Pakar Ingatkan Gejala Lupus pada Anak yang Bisa Lebih Parah dari Dewasa

8 hari lalu

Ilustrasi anak demam. webmd.com
Pakar Ingatkan Gejala Lupus pada Anak yang Bisa Lebih Parah dari Dewasa

Dokter anak menjelaskan gejala penyakit lupus pada anak umumnya lebih gawat dibanding pada orang dewasa.


WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

10 hari lalu

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono  dalam konferensi pers bertajuk Menuju Eliminasi Lemak Trans di Indonesia pada 6 Mei 2024 di Jakarta/Tempo-Mitra Tarigan
WHO: Hampir 10 Persen Makanan di Indonesia Tinggi Lemak Trans

Ada banyak dampak buruk konsumsi lemak trans dalam kadar yang berlebih. Salah satu dampak buruknya adalah tingginya penyakit kardiovaskular.


Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

12 hari lalu

Presiden AS Joe Biden besama mantan presiden AS Barack Obama meninggalkan Air Force One di Bandara Internasional John F Kennedy di New York, AS 28 Maret 2024. REUTERS
Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden


Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

12 hari lalu

PM Israel Benyamin Netanyahu dan istrinya, Sara. REUTERS
Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.


WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

13 hari lalu

Warga Palestina menikmati pantai pada hari yang panas, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 24 April 2024. REUTERS/Mohammed Salem
WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.