Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bagaimana Meredakan Risiko Lanjutan Delusi?

image-gnews
Ilustrasi. TEMPO/Zulkarnain
Ilustrasi. TEMPO/Zulkarnain
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta -  Delusi gangguan psikotik yang tak bisa membedakan peristiwa nyata dan khayal. Orang yang delusi menganggap khayalannya sebagai kejadian yang benar terjadi. Mengutip WebMD, delusi ditandai keyakinan tak terbantahkan terhadap hal tidak nyata.

Orang delusi juga mungkin bercampur masalah kecemasan, depresi, halusinasi, perasaan dieksploitasi, gangguan preokupasi terhadap kesetiaan atau kepercayaan teman, dan terus menyimpan dendam. Ada berbagai faktor penyebab delusi.

Apakah delusi bisa dicegah atau diobati?

Merujuk keterangan Cleveland Clinic, tidak ada kepastian untuk pencegahan gangguan delusi. Tapi, diagnosis dan penanganan dini bermanfaat mengurangi risiko lanjutan delusi.

Terapi perilaku kognitif (CBT) digunakan untuk membantu mengenali pola pikir orang yang delusi. Proses ini berangsur membenahi pemikiran yang lebih baik dan realistis. Mengutip Simply Psychology, terapi CBT turut melibatkan keluarga untuk mendukung dan menemani seseorang yang mengalami delusi. Dukungan itu berguna menekan risiko delusi.

Kondisi yang mempengaruhi delusi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengutip WebMD , sejumlah besar dari mereka yang mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD) juga rentan delusi. Khususnya riwayat mengalami penganiayaan. Mengutip Simply Psychology, ada hubungan sebab akibat antara trauma, stres, dan timbulnya delusi. Adapun delusi juga mungkin dipicu demensia, masalah suasana hati, Parkinson, dan gangguan psikotik yang dipengaruhi zat tertentu.

Stres rentan memicu gangguan delusi. Kondisi itu bisa makin parah jika terbiasa mengonsumsi minuman beralkohol dan penyalahgunaan obat-obatan. Gangguan delusi (parasitosis delusi) dalam beberapa kasus dialami setelah seseorang mengalami ketakseimbangan kimia di otak atau masalah kesehatan lainnya, dilansir Healthline. Kondisi yang menyebabkan delusi ini juga berhubungan dengan penggunaan atau kecanduan narkoba, misalnya jenis kokain.

Orang yang banyak mengalami tekanan hidup juga dimungkinkan rentan mengalami delusi. Merujuk laporan penelitian Increased Stress-Induced Dopamine Release in Psychosis, peneliti mengamati dopamin kimia otak mempengaruhi psikosis (percaya, melihat, atau mendengar sesuatu yang tak ada). Stres berat atau penyakit lain menyebabkan terlalu banyak dopamin di otak.

Baca: Stres Berat Rentan Menyebabkan Parasitotis Delusi, Kenapa?

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Alami Burnout karena Merawat Orang Tua Demensia, Begini Saran Pakar

2 hari lalu

Ilustrasi wanita tersenyum pada orang tua atau lansia di panti jompo. shutterstock.com
Alami Burnout karena Merawat Orang Tua Demensia, Begini Saran Pakar

Merawat orang tua dengan demensia menyebabkan burnout, apalagi jika Anda harus merawat anak juga alias generasi sandwich. Simak saran pakar.


Kenali Dampak Stres pada Diabetes dan Cara Mengelolanya

4 hari lalu

Ilustrasi stres. TEMPO/Subekti
Kenali Dampak Stres pada Diabetes dan Cara Mengelolanya

Stres fisik, seperti saat sakit atau cedera, gula darah juga bisa meningkat, yang dapat mempengaruhi penderita diabetes tipe 1 maupun tipe 2.


Psikiater: Jangan Ukur Kebahagiaan Berdasar Standar Orang Lain

4 hari lalu

Ilustrasi wanita bahagia. Unsplash.com/Priscilla du Preez
Psikiater: Jangan Ukur Kebahagiaan Berdasar Standar Orang Lain

Faktor penghambat kebahagiaan kerap berasal dari tekanan dalam diri untuk mencapai sesuatu dari standar mengukur kebahagiaan orang lain.


Tips Psikiater untuk Mengusir Rasa Tak Bahagia

5 hari lalu

Menulis jurnal setiap hari bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi gangguan kecemasan. (Pexels/Alina Vilchenko)
Tips Psikiater untuk Mengusir Rasa Tak Bahagia

Rutin menulis jurnal bersyukur atau gratitude journal, semacam buku harian, bisa menjadi salah satu cara mengusir perasaan tidak bahagia.


12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

8 hari lalu

Ilustrasi ciri-ciri kolesterol tinggi pada wanita. Foto: Canva
12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

Berikut 12 tips yang bantu mencegah kolesterol dan gula darah naik, termasuk pola makan dan kelola stres.


Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

9 hari lalu

Ilustrasi wanita menyikat gigi. Foto: Unsplash.com/Diana Polekhina
Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

Pakar kesehatan menyebut delapan perilaku tak sehat paling umum yang mempercepat proses penuaan. Apa saja?


Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

9 hari lalu

Ilustrasi mengurangi stress. Freepik.com/fabrikasimf
Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

Mengelola stres adalah cara meredakan emosi yang harus terus dilatih setiap hari agar tidak mudah emosional si situasi yang buruk.


Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

9 hari lalu

Ilustrasi stres. TEMPO/Subekti
Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

Psikolog mengatakan wajar bila orang kecewa karena harapan tidak menjadi kenyataan tetapi rasa kecewa itu mesti dikelola agar tak sampai memicu stres.


Mengapa Stres Bisa Sebabkan Sakit Punggung?

13 hari lalu

Ilustrasi sakit punggung. Freepik.com/Gpointstudio
Mengapa Stres Bisa Sebabkan Sakit Punggung?

Stres sebabkan sakit punggung bisa terjadi lantaran tubuh Anda mengalami reaksi kimia sebagai respons terhadap stres.


Cara Menjaga Kualitas Hubungan dengan Pasangan Pasca Melahirkan Anak Pertama

15 hari lalu

Ilustrasi ibu dan bayi. Unsplash.com/Sharon Muccutcheon
Cara Menjaga Kualitas Hubungan dengan Pasangan Pasca Melahirkan Anak Pertama

Studi menemukan bahwa sikap terhadap sentuhan berdampak pada pasangan dalam transisi menjadi orang tua atau usai melahirkan anak pertama.