TEMPO.CO, Jakarta - Delusi gangguan psikotik yang tak bisa membedakan peristiwa nyata dan khayal. Orang yang delusi menganggap khayalannya sebagai kejadian yang benar terjadi. Mengutip WebMD, delusi ditandai keyakinan tak terbantahkan terhadap hal tidak nyata.
Orang delusi juga mungkin bercampur masalah kecemasan, depresi, halusinasi, perasaan dieksploitasi, gangguan preokupasi terhadap kesetiaan atau kepercayaan teman, dan terus menyimpan dendam. Ada berbagai faktor penyebab delusi.
Apakah delusi bisa dicegah atau diobati?
Merujuk keterangan Cleveland Clinic, tidak ada kepastian untuk pencegahan gangguan delusi. Tapi, diagnosis dan penanganan dini bermanfaat mengurangi risiko lanjutan delusi.
Terapi perilaku kognitif (CBT) digunakan untuk membantu mengenali pola pikir orang yang delusi. Proses ini berangsur membenahi pemikiran yang lebih baik dan realistis. Mengutip Simply Psychology, terapi CBT turut melibatkan keluarga untuk mendukung dan menemani seseorang yang mengalami delusi. Dukungan itu berguna menekan risiko delusi.
Kondisi yang mempengaruhi delusi
Mengutip WebMD , sejumlah besar dari mereka yang mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD) juga rentan delusi. Khususnya riwayat mengalami penganiayaan. Mengutip Simply Psychology, ada hubungan sebab akibat antara trauma, stres, dan timbulnya delusi. Adapun delusi juga mungkin dipicu demensia, masalah suasana hati, Parkinson, dan gangguan psikotik yang dipengaruhi zat tertentu.
Stres rentan memicu gangguan delusi. Kondisi itu bisa makin parah jika terbiasa mengonsumsi minuman beralkohol dan penyalahgunaan obat-obatan. Gangguan delusi (parasitosis delusi) dalam beberapa kasus dialami setelah seseorang mengalami ketakseimbangan kimia di otak atau masalah kesehatan lainnya, dilansir Healthline. Kondisi yang menyebabkan delusi ini juga berhubungan dengan penggunaan atau kecanduan narkoba, misalnya jenis kokain.
Orang yang banyak mengalami tekanan hidup juga dimungkinkan rentan mengalami delusi. Merujuk laporan penelitian Increased Stress-Induced Dopamine Release in Psychosis, peneliti mengamati dopamin kimia otak mempengaruhi psikosis (percaya, melihat, atau mendengar sesuatu yang tak ada). Stres berat atau penyakit lain menyebabkan terlalu banyak dopamin di otak.
Baca: Stres Berat Rentan Menyebabkan Parasitotis Delusi, Kenapa?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.