TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah diminta terus memantau mekanisme penularan cacar monyet atau Mpox untuk mencegah penyebaran. Mekanisme penularan setiap kasus perlu dipantau dan melihat perkembangan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan kejadian di sejumlah negara.
Praktisi kesehatan masyarakat dr. Ngabila Salama mengatakan perlunya mengetahui apakah ada laporan kasus airborne atau penyebaran lewat udara pada kasus cacar monyet karena kalau bisa mempercepat penularan seperti kasus COVID-19. Kemudian, pemerintah sebaiknya melakukan whole genome sequencing (WGS) pada setiap kasus positif Mpox untuk melihat varian yang ada.
"Trennya apakah varian tersebut lebih cepat menular atau ada dampak fatalitas atau kematian yang tinggi," ujarnya.
Selanjutnya adalah mitigasi risiko jika terjavdi eskalasi kasus dengan cara mendeteksi, mencegah, dan merespons. "Deteksi dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan WGS, lalu pencegahan dengan vaksinasi, baik program gratis atau berbayar dan merespons dengan kapasitas ruang isolasi dan rujukan tingkat pertama dan lanjutan," tuturnya.
Vaksin dijual bebas
Menurutnya, Mpox harus dianggap sebagai penyakit menular seksual sehingga pendekatannya lebih kepada pencegahan. "Sebaiknya vaksinasi secara umum dapat dijual bebas dan masuk dalam rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) untuk jadwal imunisasi setelah mendapat persetujuan Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM), Indonesia Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI) dan Kemenkes RI," papar Ngabila.
Ia mengatakan vaksinasi tersebut mirip vaksinasi Human Papillomavirus (HPV) yang dapat mencegah penyakit menular seksual virus HPV yang selanjutnya bisa menyebabkan kanker terbanyak pada wanita seperti kanker serviks atau kanker rahim.
"Beberapa negara jika meminta syarat untuk vaksinasi Mpox juga bisa diberikan International Certificate of Vaccination (ICV) buku kuning bukti vaksinasi secara mandiri," tegasnya.
Pilihan Editor: Dokter Kulit Ungkap Gejala Cacar Monyet yang Paling Banyak Dijumpai