TEMPO.CO, Jakarta - Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering dianggap sebagai pembunuh senyap karena sering kali tidak terduga. Kondisi ini bisa memicu berbagai penyakit mematikan seperti serangan jantung dan stroke. Salah satu gejala yang sering dialami orang yang mengalami hipertensi adalah sakit kepala.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal-hipertensi, Tunggul D. Situmorang, untuk mendapatkan penanganan yang tepat atas sakit kepala, perlu pemeriksaan khusus agar penyebabnya bisa diketahui.
"Jadi yang pertama jika seseorang sedang mengalami sakit kepala, tensinya tinggi harus diklarifikasi dulu. Apakah tensi itu tinggi karena dia sakit kepala atau apakah sakit kepala karena tensinya tinggi, pada umumnya yang dimaksud bahwa sakit kepala karena tekanan darahnya tinggi harusnya di atas 180," kata Tunggul dalam acara Beat Hypertension Tropicana Slim di Jakarta Selatan, Rabu, 17 Mei 2023. Acara ini digelar untuk memperingati Hari Hipertensi Sedunia setiap 17 Mei.
Hipertensi sering kali tidak menimbulkan gejala apa pun. Namun, jika seseorang mengalami sakit kepala karena tekanan darah tinggi, bisa dicurigai bahwa penyakit hipertensinya sudah cukup parah.
"Jika sejauh tidak ada yang emergency, bisa dilihat dahulu, diobservasi. Tetapi kalau sudah diketahui bahwa sebenarnya selama ini terkena hipertensi dan menjadi sakit kepala, (ini bisa) tidak terkontrol dan makin tinggi," ujar Tunggul.
Baca Juga:
Tunggul mengatakan jika sudah dipastikan sakit kepala itu bukan karena hipertensi, maka boleh saja diberi obat pereda sakit kepala. "Tetapi juga jangan underdiagnos, barangkali Anda sakit kepala, padahal itu karena hipertensinya. Jadi harus dilakukan observasi secara ketat," kata dr Tunggul.
Pada umumnya urgensi hipertensi itu muncul dengan gejala yang lain, seperti pandangannya kabur, muntah-muntah, kesemutan, dan hingga gangguan neurologi.
Jika sudah diketahui memiliki hipertensi dan mengalami gejala tersebut, sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan secara langsung dan tepat.
"Karena itu membutuhkan penurunan tekanan darah dalam jam dan menit, dan umumnya yang diberikan adalah obat yang intravena, bukan yang tablet. Memang ada obat tablet, tetapi itu sifatnya hanya sementara," ujar Tunggul.
Seseorang yang sudah didiagnosis terkena hipertensi sebaiknya mengubah pola hidup menjadi lebih sehat, kurangi asupan garam, dan turunkan berat badan jika mengalami obesitas.
DWI NUR AZIZAH
Baca juga: Hari Hipertensi Sedunia, Pentingnya Rutin Mengukur Tekanan Darah
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.