TEMPO.CO, Jakarta - Polusi udara di Jakarta dan sekitarnya tengah menjadi sorotan karena terus saja dalam kondisi sangat buruk. Spesialis kulit dan kelamin Benny Nelson menyebut polusi udara juga berpengaruh terhadap kesehatan kulit.
"Jika ada polusi udara maka pengaruhnya sangat besar terhadap kesehatan kulit karena polusi mengandung radikal bebas dan agresor lain yang bisa menembus jauh ke dalam lapisan kulit sehingga dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang dan perubahan sel kulit daridalam," kata lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ia menjelaskan agresor atau partikel berbahaya dari polusi dapat menembus pembatas kulit dan akan menumpuk di pori-pori sehingga menyebabkan penyumbatan.
“Semakin kecil partikelnya akan semakin parah dampaknya karena agresor tersebut dapat masuk ke dalam lapisan paling luar kulit atau epidermis dan menimbulkan respons imun,” ujarnya.
Menurutnya, sebagian orang mungkin merasa kulitnya baik-baik saja meski terpapar polusi udara. Namun, lama-kelamaan bahan kimia pada polusi udara tersebut akan mulai memperlihatkan efek buruk pada kulit.
“Seperti kulit menjadi kering dan gatal, dermatitis atau eksim, berjerawat, bahkan penyakit autoimun serta kanker kulit karena banyaknya radikal bebas pada smog atau polusi udara," kata dokter di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, ini.
la menjelaskan kulit memiliki bentuk pertahanan yang cukup kompleks. Pertahanan pertama disebut flora normal, yaitu bakteri, jamur, dan parasit alami di kulit. Meski mandi dengan berbagai macam perawatan, dalam waktu tiga menit flora normal ini akan kembali.
"Flora normal ini berfungsi menjadi benteng pertahanan terhadap bakteri dan jamur-jamur jahat. Kalau gagal barulah mekanisme sel-sel kulit yang juga kompleks bekerja. Jika gagal dapat menimbulkan efek domino yang akhirnya menimbulkan keluhan atau penyakit," ucapnya.
Kulit kering
Ia mengatakan tidak sedikit pasien yang menyampaikan kulitnya baik-baik saja meski terpapar polusi udara karena di awal masih bisa ditangani oleh flora normal. Tetapi, apabila flora normal ini gagal memberikan perlindungan, pasien akan merasakan berbagai keluhan.
"Pertama, keluhannya adalah kulit kering. Ini adalah efek domino pertama dari paparan polusi udara, yakni transepidermal water loss (TEWL) atau jumlah air yang menguap dari kulit akan meningkat. Jadi, kulit akan semakin kering," imbuhnya.
Benny pun berpesan agar tidak lupa tiga perawatan dasar pada kulit, yakni membersihkan, melembabkan, dan melindungi kulit dari paparan sinar ultraviolet.
"Mandi dengan air suam-suam kuku sesuai dengan suhu tubuh, melembabkan dengan pelembab yang tidak mengandung pewangi, dan melindungi kulit dengan tabir surya minimal SPF 30 dan PA++," imbaunya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan KLHK telah menerapkan modifikasi cuaca berupa hujan buatan hingga uji emisi untuk mengatasi polusi udara.
Pilihan Editor: 4 Bahaya Menghirup Karbon Monoksida Gas Beracun Polusi Udara