Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Berjuang Sembuh dari TBC saat Hamil

Reporter

Editor

Mitra Tarigan

image-gnews
Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Iklan

Menjalani pengobatan TBC saat hamil, sangat menantang bagi Jumayati. Sebagai pasien TB RO, ia kembali harus minum obat langsung dari rumah sakit. Sering kali ia naik ojek dari Bekasi hingga Rawamangun hanya untuk minum obat. Batuk berdarah terus dialaminya beberapa kali di masa pengobatan itu. Tak jarang pula, batuk berdarah datang saat malam hari. Kalau sudah seperti itu, Jumayati akan langsung diantar ke rumah sakit, dan akhirnya harus menjalani rawat inap. Tidak jarang pula HB darahnya dinyatakan rendah saat hamil. Ia pun beberapa kali harus transfusi darah karena kondisinya itu. "Selama alami TBC RO pada 2016, aku bolak balik dirawat di rumah sakit," katanya.

Tantangan lain yang menjadi masalah adalah berat badannya yang cukup kecil. Kala hamil, berat badannya hanya 50 kilogram. Sebagai pasien TBC yang sedang hamil, Jumayanti dipantau sangat ketat oleh para dokter dari berbagai spesialisasi. Ada dokter spesialis paru yang memantau perkembangan masalah TBC yang dialaminya, ada pula dokter spesialis obstetri dan ginekologi  yang memantau perkembangan janinnya. Selain itu, ada pula dokter gizi yang memantau kondisi asupan gizinya. 

Pengobatan TBC yang dilakukan selama hamil, kata Jumayati, lebih banyak dilakukan dengan obat oral. Namun ketika wanita ini sudah melahirkan, pengobatan TBC dilakukan selain obat oral, ada pula dengan obat suntik. 

Perjuangan Jumayati melawan TBC setelah melahirkan belum berhenti. Oleh dokter, ia tidak dibolehkan memberikan air susu ibu untuk anaknya. Beberapa saat setelah melahirkan pun, berat badannya terus turun hingga 27 kilogram. Akibatnya, ia tidak boleh menggendong anaknya, karena khawatir ia tidak berdiri dengan stabil. Sehingga suami dan orang tuanya lah yang merawat bayinya yang baru lahir. 

Ilustrasi kuman tuberculosis atau TBC (pixabay.com)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

TBC yang menular lewat udara, membuatnya wajib menggunakan masker sepanjang hari selama di rumah. Ia pun tidak boleh dekat-dekat dengan anak-anaknya. Ia juga tidak boleh bersosialisasi dengan tetangga karena khawatir menularkan penyakit tersebut.

Tantangan untuk meminum obat pun terus terjadi. "Saking banyaknya obat yang harus diminum, rasanya itu seperti ngefly. Pusing dan mual saat minum obat itu terus bermunculan. Belum lagi terkadang jadi halusinasi dan juga depresi," katanya. 

Jumlah obat yang ia minum selama menjalani pengobatan TBC RO pun tidak main main. Saat hamil, ia hanya minum 9 butir obat per hari. Setelah melahirkan, ia mengkonsumsi 17 butir obat setiap hari. Demi bisa terus menelan obatnya, Jumayati mencari berbagai cara. Terkadang ia mengkonsumsi obat dengan pisang, lain waktu itu sambil ngemil makanan lain. "Rasanya sudah enek sekali minum obat. Tapi semua harus ditelan. Bahkan kalau muntah, minum obatnya harus mulai dari awal lagi," katanya mengenang masa itu. 

Perlahan tapi pasti, hasil pengobatannya membuahkan hasil. Berat badannya terus naik secara berkala. "Naiknya setiap bulan satu kilogram, sampai akhirnya pada bulan ke-20, berat badan aku mencapai 55 kilogram. Naik terus sampai sekarang sekitar 60 kilogram," katanya. 

Ia merasa beruntung mendapatkan sistem pendukung yang baik dalam menjalani pengobatan TBC. Suaminya, terus menyemangatinya dan mau mengantarnya untuk berobat ke RS Persahabatan di sela-sela ia mencari nafkah. Tidak jarang pula suaminya mengurus pekerjaan rumah, saat kondisi Jumayati yang terkadang sangat lemah. Orang tua dan mertua nya pun mau ikut membantu mengurus anak-anak Jumayati ketika ia harus menjaga jarak agar tidak menularkan penyakit ini ke buah hati. "Yang menguatkan hari-hari saya ya keluarga. Saya mau sembuh dan mau sehat demi anak-anak saya," katanya tidak putus harapan. 

Setelah dinyatakan sembuh dari TBC, Jumayati aktif memberikan pendampingan kepada pasien TBC lain. Pengetahuannya dan pengalamannya berperang melawan TBC kerap menjadi penyemangat pasien TBC lain untuk tidak putus menjalani pengobatan. "Biasanya aku diminta menjadi pendamping pasien TBC yang sedang hamil. Jumlah mereka saat ini pun semakin banyak," kata Jumayati yang saat ini menjabat sebagai Ketua PETA (Pejuang Tangguh) Jakarta. Organisasi PETA terdiri dari para penyintas TBC RO.

Jumayati adalah satu dari ribuan kasus pasien TBC di Tanah Air. Indonesia sendiri adalah negara ketiga dengan kasus TBC terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Indeks kasus tuberkulosis di Indonesia mencapai 824 ribu kasus per tahun dengan jumlah kematian mencapai 93 ribu per tahun

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kenali Gejala TBC Laten, Bahaya, dan Penanganannya

20 hari lalu

Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Kenali Gejala TBC Laten, Bahaya, dan Penanganannya

Spesialis paru menjelaskan beragam gejala TBC yang perlu dikenali dan jangan dibiarkan karena berbahaya dan bisa menular ke banyak orang.


BRIN Kembangkan DECY-13 untuk Diagnosis Penyakit Kanker dan TBC

35 hari lalu

Development of Experimental Cyclotron in Yogyakarta atau DECY-13 Cyclotron. BRIN
BRIN Kembangkan DECY-13 untuk Diagnosis Penyakit Kanker dan TBC

BRIN mengembangkan DECY-13 untuk produksi radiofarmaka yang bisa menjadi diagnosis penyakit kanker dan TBC. Berikut penjelasannya.


Menkes Bagikan Portable X-Ray untuk Tekan Kasus TBC, Jawa Barat Dapat Terbanyak

47 hari lalu

Petugas saat melihat hasil pemeriksaan Rontgen Thorax milik warga saat skrining tuberkulosis di Gelanggang Olahraga Otista, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2023. Untuk mengurangi penularan Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melalui Puskesmas Kecamatan Jatinegara melangsungkan kegiatan skrining tuberkulosis kepada 65 orang yang meliputi Pemeriksaan Rontgen Thorax, TCM (Test Cepat Molekuler) atau Pemeriksaan Dahak, serta TST (Tuberkulin Skin Test) atau Test Mantoux. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Menkes Bagikan Portable X-Ray untuk Tekan Kasus TBC, Jawa Barat Dapat Terbanyak

Skrining penderita TBC terhitung sulit karena tidak bisa dilakukan dengan melihatnya fisiknya dan harus melewati pemeriksaan rontgen di RS.


Guru Besar FKUI Ungkap Kelumpuhan TBC Tulang Tak Sama dengan Polio

57 hari lalu

Petugas kesehatan memberikan vaksin polio tetes kepada seorang anak saat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di Posyandu Lavenda, Simpang Rimbo, Jambi, Selasa 23 Juli 2024. Dinas Kesehatan Kota Jambi menargetkan cakupan imunisasi sebesar 95 persen atau sebanyak 80.297 anak. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
Guru Besar FKUI Ungkap Kelumpuhan TBC Tulang Tak Sama dengan Polio

Guru Besar FKUI menjelaskan beda kelumpuhan pada tuberkulosis (TB) tulang belakang dengan kasus polio. Berikut penjelasannya.


Minim Kepala Daerah Tanda Tangan Penanganan TBC-Polio

9 Juli 2024

Ilustrasi kuman tuberculosis atau TBC (pixabay.com)
Minim Kepala Daerah Tanda Tangan Penanganan TBC-Polio

Baru 47 dari total 514 kepala daerah yang menandatangani SK Penanganan TBC dan Polio. Kenapa angkanya masih rendah?


Perlunya Skrining di Tempat Berisiko Tinggi TBC untuk Turunkan Kasus

1 Juli 2024

Ilustrasi obat Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Perlunya Skrining di Tempat Berisiko Tinggi TBC untuk Turunkan Kasus

Kemenko PMK menyebut perlunya skrining di tempat-tempat berisiko tinggi untuk mengatasi TBC, juga perlunya sosialisasi dan edukasi.


Dokter Jelaskan Jenis Batuk, Penyebab dan Bedanya

26 Juni 2024

Ilustrasi batuk pilek. Shutterstock
Dokter Jelaskan Jenis Batuk, Penyebab dan Bedanya

Dokter penyakit dalam menyebut batuk memiliki perbedaan yang dapat dilihat berdasarkan sifat akutnya. Berikut penjelasannya.


Penularan TBC Anak Bisa Berawal dari Lingkungan Rumah dan Pentingnya Skrining

23 Juni 2024

Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Penularan TBC Anak Bisa Berawal dari Lingkungan Rumah dan Pentingnya Skrining

Pakar mengatakan kontak erat di lingkungan rumah merupakan faktor risiko paling kuat terhadap penularan TBC, terutama pada anak.


Pakar Sebut Obat TBC Tak Berbahaya buat Ibu Hamil

21 Juni 2024

Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Pakar Sebut Obat TBC Tak Berbahaya buat Ibu Hamil

Pakar menyebut obat TBC yang digunakan ibu hamil sudah aman dengan bahaya lebih kecil sehingga tak berisiko ke janin.


Sebab Obat TBC Sebaiknya Diberikan pada Anak saat Perut Kosong

20 Juni 2024

Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Sebab Obat TBC Sebaiknya Diberikan pada Anak saat Perut Kosong

Obat TBC pada anak sebaiknya diberikan pada anak di waktu yang sama dan saat perut kosong agar obat bisa bekerja dengan lebih optimal.