TEMPO.CO, Jakarta - Ada beberapa pekerja yang terpaksa memiliki waktu kerja lebih dari 8 jam per hari. Salah satu alasan mereka melakukannya adalah karena besarnya kuota pekerjaan, dan durasi pengerjaan yang sangat singkat. Pekerjaan yang datang pada menit-menit akhir dialami oleh Agus Wicaksono, seorang konsultan pajak di sebuah perusahaan konsultan. Agus menyebut pekerjaan seperti ini "Proyek Roro Jonggrang", karena datang secara tiba-tiba dan harus selesai secepatnya. Ia menjelaskan, proyek itu harus diselesaikan dalam waktu 24 jam, padahal normalnya adalah dua pekan.
Agus menuturkan, dia biasanya memiliki beban kerja berlebih pada saat memasuki masa sibuk atau peak season. Kisaran waktunya dari awal Januari sampai akhir April. Ia merasa batas waktu pelaporan pajak yang sangat ketat membuatnya harus bekerja lebih keras. Jika terlambat, kantor pajak akan mengenakan sanksi kepada perusahaan dan mengurangi tingkat kepercayaan klien terhadap perusahaannya. Baca: Tak Hanya Kim Jong Un, 5 Kepala Negara Ini pun Punya Aturan Unik
Demi memenuhi tenggat tersebut, Agus harus bekerja sampai melewati pukul 4 pagi, dan baginya hal itu normal saja. Terlebih jika berada pada masa sibuk, maka bekerja lembur pada akhir pekan adalah keniscayaan. Ia mengungkapkan, secara kontrak, dia bekerja selama 8 jam dari Senin hingga Jumat. Namun, dalam masa sibuk, ia bisa lembur sampai 4-8 jam.
Tuntutan pekerjaan, Agus mengimbuhkan, menjadi alasannya bekerja seperti itu. Lingkungan yang juga bekerja keras juga membuatnya merasa bekerja seperti itu adalah hal lumrah. Ia justru melihatnya dari sisi positif. Ia tak merasa berada di bawah tekanan, sanggup bekerja secara efektif dan efisien, dan memiliki ambisi kuat mengejar target. Baca: Benarkah Karbohidrat itu Jahat? Ini Kata Kata Dokter
Agus tidak memungkiri ada efek negatif atas "kesenangannya" itu. Ia merasa tidak memiliki cukup waktu berkualitas untuk bersantai dengan keluarga dan teman-temannya atau sekadar berlibur. "Kantor sudah menjadi seperti rumah sebenarnya, karena lebih banyak di sana."
Baca Juga:
Secara kesehatan, Agus pun merasa ada gangguan, seperti flu, pusing, dan gejala tifus. Gangguan kesehatan itu terjadi karena kurangnya waktu istirahat dan pola makan yang sembarangan. "Itu konsekuensi yang tak bisa dihindari oleh tiap konsultan," ujarnya. Baca: Demi Kurus, Farhat Abbas Lari 5 Kilometer Setiap Pagi
Meski begitu, Agus menilai orang-orang yang gemar bekerja melebihi waktu merupakan orang yang bisa diandalkan atasan. Hal itu akan membuat atasan dapat mempercayai orang tersebut dan dianggap lebih mampu menyelesaikan pekerjaan dibanding orang lain.
Sementara Agus menyebut pekerjaan yang datang tiba-tiba sebagai "Proyek Roro Jonggrang", Davina Adinda juga memiliki sebutan yang kurang-lebih serupa, yaitu "Membangun Candi". Dara berusia 26 tahun ini mengatakan sering kali mendapat pekerjaan menjelang jam kerjanya berakhir di kantor lamanya. Tugas itu diminta selesai pada pagi keesokan harinya. Maka, ia pun harus rela lembur. Baca: Suka Menjajal Kuliner Super Pedas? Simak Dulu Saran Ahli Gizi
Davina menuturkan, dia bisa bekerja 6 jam lebih lama dibanding seharusnya, meski sudah berada di kantor sejak pukul 9 pagi. Ia merasa hal itu sudah mengganggu kehidupan personalnya, karena seringnya ia menerima telepon saat sedang bersiap tidur atau saat sedang santai bersama teman-temannya. "Terus saya gusar, apalagi katanya penting," kata Davina, yang bekerja sebagai tenaga marketing pada sebuah perusahaan swasta.
Waktu kerjanya yang panjang membuat dirinya merasa jadi orang yang penting di kantor lamanya. Ia menceritakan, saat ingin berpindah kerja, dia sempat dibujuk atasan agar tak keluar. "Bisa apa dia tanpa saya. Kalau saya pergi, ada tidak yang seperti saya?" ucapnya. Baca: Kelainan Genetik Langka Anak Joanna Alexandra, Ini Kata Dokter
Deputi Riset, Edukasi, dan Pengembangan Badan Ekonomi Kreatif, Abdur Rohim Boy Berawi, mengatakan penyebab pekerja kreatif memiliki waktu kerja yang panjang adalah waktu kerja di sektor ini memang lebih fleksibel. Ia mengatakan, butuh pemahaman dan komitmen dari pemberi kerja ihwal sistem kerja yang kondusif.