TEMPO.CO, Jakarta - Nafsu makan perlu terjaga secara baik supaya tubuh mendapat asupan gizi. Jika nafsu makan buruk, maka akan mengganggu kesehatan, karena menurunnya keinginan untuk bersantap. Rasa lapar yang terasa dipengaruhi pengaturan fisiologi di otak, terutama hipotalamus (pelepasan hormon), sebagaimana dikutip dari Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Penelitian menunjukkan, bahwa bagian dari sel hipotalamus mempengaruhi pengeluaran hasil kelenjar beberapa hormon penting. Keseimbangan yang mengatur energi dan metabolisme itu berasal dari adrenal, tiroid, dan sel kelenjar ludah perut (pankreas), sebagaimana dikutip dari tesis Universitas Indonesia yang ditulis Hendro Djoko Tjahjono berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nafsu Makan pada Pasien dengan Penyakit Pernafasan Obstruksi Kronis di RSUD Dr. M. Soewandhie Surabaya.
Hipotalamus menerima sinyal saraf dari saluran pencernaan yang memberikan informasi tentang isi lambung. Sinyal kimiawi itu dari zat nutrisi dalam darah (glukosa, asam amino, dan asam lemak). Adapun yang lain sinyal hormon, jaringan lemak dan saraf terluar (penglihatan, penciuman, dan pengecapan).
Di salah satu bagian dari hipotalamus terdapat pusat rasa kenyang (nukleus ventromedial). Bagian itu yang memiliki banyak saraf rangsangan pembawa pesan dalam tubuh (neurotransmitter) yang mempengaruhi perilaku makan.
Ada beberapa zat dalam tubuh yang mampu mempengaruhi ihwal makan. Zat oreksigenik yang mendorong adanya rasa lapar. Ada pula zat anoreksigenik yang menekan nafsu makan. Hipotalamus merasakan adanya proses penyimpanan energi melalui hormon yang dilepaskan oleh sel-sel lemak ke dalam aliran darah (leptin). Itu akan mempengaruhi wilayah otak yang mengatur perilaku untuk makan secukupnya.
Kadar leptin dalam darah akan meningkat selama berpuasa. Setelah itu akan drastic menurun ketika selesai makan. Beberapa hal itulah yang menunjukkan, bahwa hormon ini berperan merangsang perilaku makan.
NAUFAL RIDHWAN ALY
Baca: Stres Bisa Menyebabkan Pola Makan yang Berlebihan, Kenapa?