TEMPO.CO, Jakarta - Olahraga lari populer di kalangan masyarakat. Mudah dan murah, itulah sebab dari kebanyakan orang melakukan olahraga lari. Sayangnya, masih banyak mitos yang beredar mengenai aktivitas fisik ini.
Agar tidak salah langkah, dokter dan ketua pelaksana kedokteRAN 2019, Jack Pradono Handojo, pun memberikan edukasi dan meluruskan mitos-mitos yang beredar seputar lari.
Mitos pertama: Agar kurus, lari dengan jaket parasut
Banyak orang yang percaya bahwa lari dengan menggunakan jaket parasut sangat efektif untuk menurunkan berat badan. Hal tersebut didasari oleh suhu panas yang mengendap saat berlari. Sayangnya, ini tidak benar dan justru menimbulkan penyakit seperti hipotermia.
“Sate itu lemaknya akan lepas saat suhu 100 derajat. Sedangkan kita pakai parasut paling suhunya hanya 38-39 derajat. Jadi tidak berpengaruh dan justru menyebabkan hipotermia,” katanya saat media briefing kedokteRAN 2019 di Jakarta pada Rabu, 21 Agustus 2019.
Mitos kedua: Menahan minum agar tidak sering buang air kecil
Banyak orang, khususnya wanita, yang menahan konsumsi air putih agar tidak sering buang air kecil. Mereka juga takut jika air mineral yang dibawa berlari dapat menyebabkan muntah. Padahal, semuanya tidak benar karena air penting dalam mencegah dehidrasi kala berlari.
“Saat berlari, tubuh akan mengeluarkan banyak keringat dan kalau tidak diimbangi dengan banyak minum air, bisa dehidrasi,” katanya.
Mitos ketiga: Screening tidak perlu dilakukan sebelum lari
Screening atau cek kesehatan wajib dilakukan oleh setiap orang sebelum berolahraga, termasuk lari. Jack menjelaskan bahwa ini digunakan untuk mengetahui kondisi fisik dan meminimalisir risiko cedera hingga kematian. Tak hanya disarankan untuk lansia atau orang dewasa, anak-anak pun diwajibkan untuk melakukan hal ini.
“Karena Anda mungkin merasa baik-baik saja di luar. Tapi belum tentu di dalam. Bisa saja ada suatu kelainan sehingga tidak disarankan untuk ikut berlari,” katanya.